Maka dari itu, kepada
manusia sekarang yang ada di hdapan kita dan dapat diindera, kita lakukan
aktivitas akal untuk menelitinya, pada aspek yang berkaitan dengan naluri dan
aspek yang berkaitan dengan penilaian atas segala sesuatu, apakah sesuatu itu.
Kita bisa melihat adanya kemampuan mengingat kembali penginderaan, kemampuan
mengaitkan informasi, serta perbedaan diantara keduanya. Kita bisa menyaksikan
bahwa informasi terdahulu harus ada dalam aktivitas pengaitan pada diri
manusia, dan harus ada pula dalam aktivitas akal. Ini berbeda dengan kemampuan
mengingat kembali penginderaan. Kemampuan ini ada pada manusia maupun hewan.
Kemampuan ini tidak bisa membentuk aktivitas akal. Dan kemampuan mengingat
kembali penginderaan, bukanlah akal, pemikiran, atau proses berpikir. Anak
kecil yang tidak mengetahui benda-benda dan tidak mempunyai informasi, yang
bisa mengambil informasi-informasi, adalah bukti nyata tentang makna akal.
Berdasarkan paparan
tersebut, akal sebenarnya tidak dijumpai kecuali pada diri manusia dan
aktivitas akal hanyalah bisa dilakukan oleh manusia saja. Naluri dan kebutuhan
fisik bisa dijumpai pada manusia maupun hewan, dan penginderaan yang berkaitan
dengan naluri dan kebutuhan fisik bisa dilakukan oleh manusia maupun hewan.
Kemampuan mengingat kembali penginderaan-penginderaan ini, juga terdapat pada
manusia maupun hewan. Tetapi ini semua bukanlah akal (‘aql), kesadaran (idrak),
pemikiran (fikr), maupun proses
berpikir (tafkir), melainkan hanya
pembedaan yang berdasarkan naluri (tamyiz
gharizi). Adapaun akal, membutuhkan adanya otak yang memiliki kemampuan
mengaitkan informasi-informasi. Kemampuan ini tidak dijumpai kecuali pada
manusia. Atas dasar ini, aktivitas akal tidak akan terwujud, kecualii dengan
adanya kemampuan mengaitkan. Kemampuan mengaitkan yang dimaksud, adalah
kemampuan mengitkan informasi dengan fakta. Aktivitas akal seperti apa pun,
baik yang dilakukan oleh manusia pertama maupun manusia sekarang, pasti
membutuhkan informasi terdahulu tentang fakta. Informasi terdahulu mesti ada
pada manusia sebelum adanya fakta yang akan dipikirkannya.
Dari sini dapat
dijelaskan, bahwa pada diri manusia pertama harus ada informasi terdahulu
tentang fakta, sebelum fakta disodorkan kepadanya. Inilah yang ditunjukkan oleh
firman Allah tentang Nabi Adam as sebagai manusia pertama.
Allah Swt berfirman:
Allah
telah memberikan pengajaran (informasi) seluruh nama benda-benda kepada Adam.
(TQS. al-Baqarah [2]: 31)
Kemudian, Allah Swt
berfirman kepada nabi Adam as:
Adam,
informasikanlah kepada mereka (para malaikat) nama-nama benda-benda itu!
(TQS. al-Baqarah [2]: 33)
Informasi terdahulu
adalah syarat mendasar dan pokok dalam aktivitas akal, yakni syarat mendasar
untuk memahami makna akal.
Dengan demikian, para
pemikir komunis telah menempuh suatu upaya untuk mengetahui makna akal. Mereka
kemudian memahami bahwa untuk melakukan aktivitas akal mesti ada fakta. Mereka
juga memahami bahwa agar terwujud aktivitas akal harus ada otak manusia. Jadi,
mereka sebenarnya telah menempuh jalan yang lurus. Akan tetapi mereka
terjerumus dalam kesalahan ketika mengungkapkan hubungan antara otak dan fakta.
Mereka mengungkapkannya sebagai refleksi,
bukan penginderaan. Penyimpangan
mereka semakin fatal ketika mengingkari keharusan adanya informasi terdahulu
demi terwujudnya aktivitas akal. Padahal, aktivitas akal, bagaimanapun juga,
tidak mungkin bisa berlangsung kecuali dengan adanya informasi terdahulu. Oleh
karena itu, jalan lurus yang bisa menyampaikan pada pengetahuan tentang makna
akal secara menyakinkan dan pasti, adalah harus terwujudnya empat komponen akal
agar aktivitas akal (‘amaliyah aqliyah),
atau akal (‘aql), dan pemikiran (fikr), dapat terwujud. Harus ada fakta, otak manusia yang normal, panca
indera, dan informasi terdahulu.
Empat komponen akal ini, secara keseluruhan, haruslah dipastikan keberadaannya
dan terwujud aktivitas akal. Dengan kata lain, akan terwujud akal, pemikiran,
atau kesadaran.
Berdasarkan penjelasan
diatas, maka definisi akal (‘aql),
pemikiran (fikr), atau kesadaran (al-idrak) adalah pemindahan penginderaan terhadap fakta melaui panca indera kedalam otak
yang disertai adanya informasi-informasi terdahulu yang akan digunakan untuk
menafsirkan fakta tersebut.
Inilah satu-satunya
definisi yang benar. Tidak ada definisi selain definisi ini. Definisi ini
mengikat seluruh manusia di setiap zaman karena ia merupakan satu-satunya
definisi yang dapat mendeskripsikan fakta akal secara benar dan satu-satunya
definisi yang tepat untuk fakta mengenai akal.
TAMAT
Sumber Buku: Hakekat berpikir, Oleh
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Pustaka Thariqul Izzah, Cetakan V, Jumadil Akhir
1431 H / Juni 2010
0 Response to "DEFINISI AKAL YANG SAHIH BAG 5"
Post a Comment