Paling tidak ada tiga teori yang menjelaskan kedatangan Islam ke kawasan
Timur Jauh, termasuk ke Nusantara. Teori pertama di lontarkan oleh
Snouck Hurgronje. Ia mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari
wilayah-wilayah yang ada di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat,
Bengali, dan Malabar, disebut-sebut sebagai asal masuknya Islam ke Nusantara.
Dalam buku L’arabie Et Les Indes
Neerlandaises, Snouck mengatakan, teori tersebut didasarkan pada pengamatan
tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada pada Islam pada masa-masa
awal, yaitu pada abad ke 12 atau 13 M. Snouck juga mengatakan, teorinya
didukung dengan adanya hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah
Nusantara dengan daratan India.
Teori ini sebenarnya telah dimunculkan terlebih dahulu oleh Pijnappel,
seorang sarjana dari Universitass Leiden. Namun, nama Snouck Hurgronje lah yang
kemudian lebih populer memasarkan teori Gujarat ini. Salah satu alasannya
adalah, karena Snouck dipandang sebagai sosok yang mendalami Islam. Teori ini
diikuti dan dikembangkan oleh banyak sarjana Barat lainnya, termasuk anak-anak
asuhnya yang berasal dari kalangan sejarawan Timur. Buku-buku sejarah kita yang
beredar di sekolah-sekolah tingkat lanjut, yang membahas tentang asal mula
datangnya Islam, juga mengikuti teori yang di populerkan oleh Snouck Hurgronje
ini. Ini menunjukkan bahwa topik tentang sejarah yang membicarakan awal mula
kedatangan Islam di Nusantara dengan mengikuti teori ini amat di pengaruhi
sumber-sumber kolonialis, yang pasti memiliki motivasi atau maksud di dalam
pengungkapannya.
Teori kedua, adalah teori
persia. Tanah persia di sebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di
Nusantara. Teori ini bersandar pada adanya kesamaan budaya yang dimiliki oleh
beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja
tentang peringatan 10 Muharram yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya
Hasan dan Husein, cucu Rasulullah saw. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera
Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda (makna aslinya berarti
tempat penyimpanan Taurat), juga untuk memperingati Hasan dan Husein. Ada pula
pendukung lain dari teori ini, yakni adanya beberapa serapan bahasa yang
diyakini berasal dari wilayah iran. Misalnya saja kata jabar dari kata zabar, jer dari ze-er, dan lain-lain.
Teori ini meyakini bahwa Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke 13 M.
Dan wilayah pertama yang dirambah adalah wilayah Samudera Pasai.
Kedua teori ini mendapat kritikan yang cukup tajam, yang berasal dari teori
Ketiga,
yaitu teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam masuk ke Indonesia
datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada
abad ke 12 atau 13 M, melainkan pada awal abad ke 7 M. Artinya, menurut teori
ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad pertama Hijriah. Bahkan pada masa
pemerintahan Islam berada di tangan Khulafaur
Rasyidin, Islam sudah mulai masuk ke Nusantara.
Sumber-sumber literatur China menyebutkan, menjelang perempat pertama abad
ke 7 M, sudah berdiri perkampungan Arab-Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan
ini di beritakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal,
lalu membentuk komunitas-komunitas Muslim.
Di dalam kitab sejarah China yang berjudul Chiu T’hang Shu, disebutkan pernah mendapat kunjungan diplomatik
dari orang-orang Ta Shih (ini adalah
sebutan yang ditujukan untuk orang Arab) pada tahun 651 M atau 31 Hijriah. Empat
tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta (utusan) yang dikirim oleh Tan mi mo ni’. Tan mi mo ni’ adalah sebutan untuk Amirul Mukminin atau Khalifah kaum Muslim.
Dalam catatan tersebut, duta Tan mi
mo ni’ menyebutkan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah (Negara Islam),
dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, duta Muslim tersebut datang
ke China pada masa kepemimpinan Khalifah Ustman bin Affan ra.
Semakin kesini, duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Timur
(terutama China) semakin banyak dan semakin meningkat instensitasnya, seiring
dengan terbukanya komunikasi dan luasnya kesempatan berdakwah dan berdagang. Pada
masa ke-Khilafahan bani Umayyah saja ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke
China. Pada masa ke-Khilafahan Bani Abbasiyyah dikirim 18 duta Muslim ke negeri
China. Bahkan jauh sebelum itu, pada pertengahan abad ke 7 M, sudah berdiri
beberapa perkampungan Muslim di wilayah Kanfu atau yang sekarang di kenal
sebagai Kanton.
Tentu saja, tidak hanya ke negeri China perjalanan dilakukan. Beberapa catatan
duta-duta Muslim juga mengunjungi kawasan Zabaj atau Sribuza, atau yang lebih
kita kenal dengan kerajaan Sriwijaya. Kenyataan itu sangat bisa di terima,
karena zaman itu adalah masa-masa keemasan kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu
ekspedisipun (yang melalui jalur laut) yang akan menuju ke China dari kkawasan
Timur Tengah maupun Gujarat, kecuali melewati Selat Malaka, dan biasanya akan singgah
terlebih dahulu ke Kerajaan Sriwijaya.
Sebuah literatur kuno Arab yang berjudul Aja’ib al-Hind, yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar ar-Ramhurmuzi
pada tahun 1000 M, memberikan gambaran bahwa ada perkampungan-perkampungan
Muslim yang dibangun di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Hubungan Sriwijaya dengan
ke-Khilafahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut, hingga dimasa Khalifah
Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Abd ar-Rabbih dalam karyanya al-‘iqd al-Farid, yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya “Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII”, menyebutkan
mengenai adanya korespondensi yang berlangsung antara Raja Sriwijaya saat itu,
yakni Sri Indravarman, dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang terkenal adil
itu.
Bersambung...
Sumber Buku: Khilafah & Jejak Islam Kesultanan Islam Nusantara, Pustaka
Thariqul Izzah, Cetakan II, Rabi’ats-Tsani 1436 H/ Februari 2015
0 Response to "AWAL MULA KEDATANGAN ISLAM KE NUSANTARA BAG. 1"
Post a Comment