AWAL MULA KEDATANGAN ISLAM KE NUSANTARA BAG. 2

Dua Pucuk Surat Pengakuan
Hubungan Nusantara dengan Timur Tengah yang menjadi tempat asal lahirnya agama Islam sudah terasa sejak masa-masa awal berdirinya ke-Khilafahan Islam. Keberhasilan umat Islam melakukan penaklukan (futuhat) terhadap Kerajaan Persia pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra, serta penguasaan atas sebagian besar wilayah Romawi Timur, sperti Mesir, Suriah, dan Palestina, telah menempatkan ke-Khilafahan Islam menjadi negara super power dunia sejak abad ke 7 M. Apalagi ketika kekuatan Islam berhasil menenggelamkan Kekaisaran Persia di masa Khalifah Umar bin Khaththab ra sehingga tinggal sejarah. Perluasan wilayah Islam pun semakin intensif dilakukan, seiring dengan perluasan pengaruh politik, ekonomi, sosial, dan tentu saja ideologi (yaitu dakwah Islam) ke seluruh pelosok dunia yang saat itu memungkinkan untuk dirambah. Ketika ke-Khilafahan berada ditangan Bani Umayyah tahun (660-749 M), penguasa di Nusantara yang masih beragama Hindu mengakui kebesaran Negara Khilafah.

Pengakuan terhadap kebesaran pengaruh Negara Khilafah ini dibuktikan dengan adanya dua pucuk surat yang dikirimkan oleh Maharaja Sriwijaya waktu itu kepada Khalifah yang hidup pada masa Bani Umayyah. Surat pertama dikirimkan kepada Umar bin Abdul Aziz. Surat pertama ditemukan dalam sebuah diwan (arsip) Bani Umayyah oleh Abdul Malin bin Umair, yang disampaikan kepada Abu Y’qub at-Tsaqafi, yang kemudian disampaikan kepada al-Haitsam bin Adi. Al-Jahizh, yang mendengar surat itu dari al-Haitsam, menceritakan pendahuluan surat itu sebagai berikut:

“Dari Raja al-hind, yang kandang bintangya berisi seribu gajah, (dan) yang istananya terbuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang mengairi pohon gaharu, kepada Muawiyah”

Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (246-329 H/ 860-940 M) dalam karyanya yang berjudul al-‘Iqd al-Farid. Potongan surat tersbut sebagai berikut:

“Dari Raja di raja..; yang adalah keturunan seribu raja... kepada Raja Arab (Umar bin Abdul Aziz) yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Aku telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tidak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Dan aku ingin Anda mengirimkan kepadaku seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepadaku, dan menjelaskan kepadaku hukum-hukumnya.”

Ibnu Tighribirdi yang juga mengutip surat ini dalam karyanya, an-Nujum az-Zhahirah fi Muluk Mishr wa al-Qahirah, memberikan kalimat tambahan pad akhir surat ini yakni:

“Aku mengirimkan hadiah kepada Anda berupa wewangian, sawo, kemenyan dan kapur barus. Terimalah hadiah itu, karena aku adalah saudara Anda dalam Islam”

Namun demikian, sekalipun ada kalimat “saudara Anda dalam Islam”, belum ada indikasi Maharaja Sriwijaya memeluk Islam, Maharaja yang berkuasa pada masa itu ialah Sri Indravarman, yang di sebut sumber China sebagai Shih-li-t’o-pa-mo. Nama ini mengisyaratkan bahwa ia belum menjadi pemeluk Islam. Azyumardi Azra menyebutkan bahwa dua tahun kemudian (tahun 720 M), Raja Sri Indravarman yang semula beragama Hindu, kemudian memeluk Islam. Kerajaan Sriwijaya Jambi pun lalu di kenal dengan sebutan Sribuza Islam. Akan tetapi, pada tahun 730 M, Raja Sriwijaya Jambi ditawan oleh Kerajaan Sriwijaya palembang yang menganut agama Budha.

Diperkirakan, hubungan diplomatik antara kedua pemimpin wilayah ini (Sriwijaya Jambi) berlangsung pada tahun 100 H atau 718 M. Korespondensi antara Kerajaan Sriwijaya dengan Negara Khilafah ini menandai adanya hubungan Nusantara dengan Islam. Jika pada awalnya, Islam masuk dan memainkan peranan penting yang terkait dengan aspek ekonomi dan perdagangan, maka kini telah berkembang menjadi hubungan politik dengan keagamaan. Dan pada kurun waktu ini pula Islam mengawali kiprahnya memasuki kehidupan raja-raja dan kekuasaan yang ada di wilayah Nusantara.

Pada awal abad ke 12 M, Sriwijaya mengalami masalah serius yang berakibat pada kemunduran kerajaan. Kemunduran Sriwijaya ini pula yang berpengaruh pada perkembangan Islam di Nusantara. Kemerosotan ekonomi ini membuat Srwijaya menaikkan upeti kepada kapal-kapal asing yang memasuki wilayahnya. Dan hal ini tentu saja mengubah arus perdagangan yang telah berperan dalam penyebaran Islam di kawasan itu.

Selain Sabaj ata Sribuza atau juga Sriwijaya di sebut-sebut telah dirambah oleh dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh, dan Minangkabau ada tambo, yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam yang berakar sejak Islam masuk pertama kalinya ke Nusantara.

Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai menjadi kerajaan Islam pertama yang di kenal dalam sejarah. Namun ada pendapat lain dari Prof. Ali Hasjmy, dalam makalahnya yang disampaikan pada Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh, yang di gelar pada tahun 1978. Menurut Ali Hasjmy, kerajaan Islam pertama adalah kerajaan Perlak.

Apapun perdebatannya, yang pasti, pada periode ini Islam telah memegang peranan yang signifikan dalam kancah Politik di Nusantara. Pada periode ini pula hubungan antara wilayah Aceh dengan ke-Khilafahan Islam di Timur Tengah kian erat.

Dakwah Melalui Da’i
Selain oleh para pedagang, Islam juga didakwahkan oleh para Ulama yang memang berniat datang atau di tugaskan untuk mengajarkan ajaran Tauhid. Tidak saja para ulama dan pedagang yang datang ke Nusantara, tetapi orang-orang Nusantara sendiri banyak pula yang mendalami Islam dan datang langsung ke sumbernya, terutama di Makkah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh, terus berlayar menuju Timur Tengah  pada awal abad ke 16 M. Bahkan pada tahun 1974 H atau 1566 M,  di laporkan ada 5 kapal dari Kesultanan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah.

Ukhuwah yang terjalin erat antara Aceh dan ke-Khilafahan Islam itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Makkah. Puncak hubungan baik antara Aceh dan pemerintahan Islam terjadi pada masa ke-Khilafahan turki Utsmani, tidak saja dalam hubungan dagang dan keagamaan, tapi juga hubungan politik dan militer telah dibangun pada masa ini. Hubungan ini pula yang membuat angkatan perang Khilafah Utsmani turut membantu mengusir Portugis dari pantai Pasai yang dikuasai sejak tahun 1521 M. Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya, Portugis juga sempat di gemparkan dengan kabar Pemerintahan Utsmani akan mengirim angkatan perangnya untuk membebaskan Kerajaan Islam Malaka dari cengkeraman Penjajah Portugis. Pemerintahan Utsmani juga pernah membantu mengusir Parangi (Portugis) dari perairan yang di lalui Muslim Aceh yang hendak menunaikan ibadah haji ke tanah suci.

Selain di pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam bukunya “Sejarah Umat Islam” mengungkapkan, pada tahun 674-675 M, duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk China, yang tak lain adalah sahabat Rasulullah saw sendiri, yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan, diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muaiwiyah yang juga pendiri ke-Khilafahan Islam Bani Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menyelidiki kondisitanah Jawa kala itu. Ekspedisi ini mendatangi , dan Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka bisa dikatakan bahwa Islam telah merambah tanah Jawa pada awal abad perhitungan Hijriyah.

Jika demikian, tidak heran apabila tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besarpada masa-masa berikutnya, dengan Kesultanan Giri, Demak, Pajang, Mataram,bahkan hingga Banten dan Cirebon. Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali adalah rangkaian kerja yang dimulai sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah saw, yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan.

Peranan Wali Songo dalam perjalanan kerajaan-kerajaan Islam di jawa tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat, dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk Kesultanan. Kesultanan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal adalah Kesultanan Demak. Namun, keberadaan kesultanan Giri juga tidak bisa di lepaskan dari sejarah kekuaasaan Islam di tanah Jawa.

Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini di bangun menjadi sebuah kekuasaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini dihasilkan pendakwah-pendakwah yang telah dikirim ke kawasan Nusa Tenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.

Giri berkembang dan menjadi pusat keagamaan di wilayah Jawa Timur. Buya Hamka menyebutkan, sedemikian besarnya pengaruh kekuatan agama yang dihasilkan Giri, majapahit yang kala itu menguasai Jawa tidak punya kuasa untuk menghapus kekuasaan Giri. Dalam perjalanannya, setelah melemahnya majapahit, berdirilah Kesultanan Demak. Lalu bersambung Pajang, kemudian jatuh ke Mataram.

Meski kekuatan politik Islam baru tumbuh, Giri tetap memainkan peranannya tersendiri. Sampai ketika Mataram dianggap sudah tidak lagi menjalankan ajaran-ajaran Islam pada masa Pemerintahan Sultan Agung, Giri akhirnya harus mengambil sikap. Giri mendukung kekuatan Bupati Surabaya untuk melakukan pemberontakan pada Mataram.

Meski akhirnya kekuatan Islam melemah saat kedatangaan dan mengguritanya kekuasaan penjajah Belanda, Kesultanan dan tokoh-tokoh Islam tanah jawa memberikan sumbangsih yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam, yang terkenal dengan ajaran dan semngat Jihadnya telah menorehkan tinta Emas dalam perjuangan melawan penjajah. Tidak hanya di Jawa dan Sumatera, tapi di seluruh wilayah Nusantara.

Tamat

Sumber Buku: Khilafah & Jejak Islam Kesultanan Islam Nusantara, Pustaka Thariqul Izzah, Cetakan II, Rabi’ats-Tsani 1436 H/ Februari 2015

0 Response to "AWAL MULA KEDATANGAN ISLAM KE NUSANTARA BAG. 2"

Post a Comment