FAKTA KEMUNDURAN UMAT ISLAM BAG. 1

Sejak pertangahan abad XII Hijriyah (ke-18 Masehi), dunia Islam mengalami kemerosotan dari masa kejayaannya dengan sangat cepat dan jatuh ke dalam jurang kemundurannya dengan amat mengerikan.
*****
Al-‘Alamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, menjelaskan dalam kitabnya yang lain, ad-Daulah al-Islamiyah, tentang kondisi di atas sebagai berikut:

“pada pertengahan abad ke-12 H/18 M, keadaannya berubah. Kelemahan dalam negeri Negara Khilafah mulai muncul kepermukaan. Negara berdiri diatas sisa-sisa sistem Islam yang penerapannya telah dirusak. Negara di bangun di atas pemikiran-pemikiran yang justru menggoyahkan Islam dan kedalamannya. Hukum-hukumnya mengambang dan lebih banyak diluar sistem dari pada dalam sistem Islam. Ini akibat dari pemahaman yang salah tentang pemikiran Islam, buruknya penerapan sistem Islam, serta tidak adanya ijtihad, yang tentu mengakibatkan tidak adanya mujtahid.

Pada abad ke-13 H/19 M neraca (timbangan) negara Islam dan negara-negara non-Islam mulai berayun-ayun, kemudian neraca dunia Islam mulai menurun, sementara timbangan negara-negara Eropa sedikit demi sedikit menguat dan semakin berat. Di Eropa mulai lahir kebangkitan dan hasilnya mulai tampak. Sementara di tengah kaum Muslim, hasil kejumudan berpikir dan buruknya penerapan Islam juga mulai mencuat keluar.

Ini terjadi karena pada abad ke-19 M di Eropa muncul gerakan revolusi pemikiran yang dipelopori oleh para filsuf, pujangga dan pemikir. Mereka bekerja keras dan mencurahkan seluruh kemampuannya, hingga lahirlah revolusi di seluruh daratan Eropa. Revolusi itu mampu mengubah secara menyeluruh pemikiran Eropa, hingga menghidupkan bangsa-bangsa mereka. Kemudian muncullah gerakan-gerakan yang memiliki pengaruh kuat dalam menghasilkan berbagai pemikiran baru tetang pandangan hidup.

Di tengah revolusi itu, sistem politik, perundang-undangan, dan semua sistem kehidupan diluruskan. Ini adalah peristiwa yang sangat penting. Bayangan-bayangan kerajaan lalim Eropa lambat laun hilang, kemudian posisinya digantikan oleh sistem pemerintahan baru yang dibangun diatas prinsip pemerintahan perwakilan dan kedaulatan rakyat. Pengaruhnya sangat besar dalam mengarahkan kebangkitan Eropa. Pada abad ini, di Eropa juga terjadi revolusi industri yang membawa pengaruh sangat kuat. Realitas pengaruhnya tampak dalam munculnya karya-karya baru yang banyak dan beragam. Semuanya mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam memperkuat Eropa dan memajukan pemikiran dan kekayaan materinya.

Kekuatan materi dan kemajuan ilmu ini mengakibatkan neraca dunia Eropa terhadap dunia Islam tampak lebih berat, lalu mengubah pemahamn tentang masalah ketimuran. Kekhawatiran terhadap ancaman Islam tidak sampai menyerang Eropa karena ancaman itu justru menjadi kejumudan yang menggerogoti negara ‘Utsmani atau malah memecah-belahnya menjadi beberapa negeri. Ketika negeri-negeri itu (propinsi-propinsi yang memiliki otonomi) saling bertikai, karena perbedaan kepentingan. Revolusi pemahaman masalah ketimuran dan beberapa kondisi baru yang muncul di Eropa akbiat meningkatnya taraf pemikiran, kemajuan ilmu, revolusi industri dan aspek-aspek lain mengenai kelemahan dan perpecahan yang menghantam negara ‘Utsmani mengantarkannya pada revolusi politik di negara Islam dan negara-negara Kafir. Perkembangan berikutnya, neraca bangsa Eropa semakin menguat, sementara neraca kaum Muslim semakin melemah.

Penyebab revolusi politik di Eropa adalah ulah para pemikir yang bercita-cita untuk menghasilkan tatanan kehidupan. Upaya mereka mengerucutkan pandangan tertentu tentang kehidupan, kepercayaan mereka terhadap ideologi tertentu, dan pembentukan sistem diatas dasar ideologi itulah yang merupakan faktor yang membalik pemahaman mereka tentang sesuatu dan strata nilai yang mereka anut. Dampak berikutnya mengantarkan pada terjadinya revolusi umum tentang kehidupan, dan sebagiannya membantu lahirnya revolusi industri yang besar.

Ini berbeda dengan kondisi di dunia Islam atau negara ‘Utsmani. Negara tidak mempunyai pandangan yang benar untuk mengeluarkan berbagai kebijakan atau hukum., tidak berpikir mendalam tentang ideologi mabda’, tidak menggerakkan penyelenggaraan ijtihad, tidak memecahkan berbagai problem menurut hukum yang bersumber dari akidahnya, dan tidak menerima sains dan industri. Langkah-langkah perbaikan ini tidak dilakukan oleh negara ‘Utsmani, yang pada gilirannya membuat negara diterpa berbagai kebingungan dan kegoncangan sebagaimana yang pernah terjadi di Eropa.

Akibat dari kebingungan ini, aktivitasnya berhenti dalam kondisi jumud, dan akhirnya negara ‘Utsmani meninggalkan sains dan industri. Dampak berikutnya, negara teritinggal oleh negara-negara lain (Eropa) dalam kemajuan fisik dan sains. Memang ada sisi positif yang menggembirakan. Sisi positif itu terletak pada  fakta, bahwa negara ‘Utsmani adalah negara Islam dan dan bangsa-bangsa yang memerintahnya adalah bangsa-bangsa Muslim. Islam masih menjadi akidah negara dan sistemnya. Pemikiran-pemikiran Islam adalah pemikiran negara. Aspek pandangan hidup Islam adalah visinya. Bertolak dari sini, seharusnya negara ‘Utsmani bisa menakar berbagai pemikiran baru yang berkembang di Eropa, membandingkannya dengan kaidah berpikirnya, mengamati berbagai problem baru dari sudut pandang Islam, lalu memberi kesimpulan hukum, tentang bagaimana status berbagai pemikiran dan problem tersebut berdasarkan ijtihad yang benar menurut pandangan Islam.

Akan tetapi sayang, ‘Utsmani tiddak melakukannya. Itu terjadi, karena berbagai pemikiran keislaman yang dimilikinya tidak jelas. Negara telah kehilangan pemahaman yang mendetil, dan akidah Islam tidak menjadi kaidah berpikir yang digunakan untuk membangun semua pemikiran. Akidahnya hanyalah akidah taklid. Asas yang menjadi pijakan Negara ‘Ustmani adalah akidah dan pemikiran yang tidak jelas. Sistem yang di pakai jumud, karena tidak adanya ijtihad. Peradabannya, yang nota bene merupakan kumpulan pemahaman tentang kehidupan tidak mengkristal dan tidak terlepas dari berbagai aktivitas negara.

Penyebabnya adalah mundurnya taraf berpikir dan tidak adanya kebangkitan. Mereka (para Khalifah ‘Utsmani dan kebanyakan kaum Muslim) hanya bisa berdiri tercengang dan bingung menghadapi apa yang mereka saksikan di Eropa, tentang revolusi pemikiran dan industri itu. Mereka belum mampu menyikapi, apakah mengambil atau meninggalkannya. Mereka juga tidak mampu membedakan, atau memilah mana yang boleh, dan mana yang tidak boleh diambil dari filsafat yang menentukan arah pandangan hidup dan peradaban yang merupakan kumpulan pemahaman tentang kehidupan. Karena itu, mereka tak ubahnya seperti batu, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kejumudan ini menjadi penyebab berhentinya sejarah kejayaan mereka, padahal pada waktu yang sama roda-roda negara Eropa sedang berputar. Itu semua karena tidak adanya pemahaman mereka terhadap Islam dengan benar. Mereka tidak tahu tentang kontradiksi antara berbagai pemikiran Eropa dengan pemikiran mereka, dan tidak adanya kemampuan memilah antara sains, industri dan penemuan-penemuan yang dianjurkan Islam untuk mengambilnya, dengan filsafat dan peradaban, yang dilarang oleh Islam untuk diambil.

Memang benar, pandangan Islam dibutakan oleh Negara ‘Utsmani. Mereka tidak mampu memahami Islam dengan pemahaman yang benar. Kebutaan inilah yang menjadikan umat dan negara hidup menurut hasil kesepakatan, tanpa memperhatikan sistem yang dimilikinya. Padahal dalam waktu yang sama, musuh-musuh negara berpegang teguh pada sistem yang jelas berjalan diatasnya. Dengan demikian, Eropa memiliki ideologi yang menjadi akidah dan falsafahnya. Sementara umat islam memiliki ideologi yang benar, namun mereka hidup dalam khayalan ideologi itu sendiri yang hidup di belakang berabad-abad yang jauh. Negara hidup di bawah pemerintahan yang buruk dalam menerapkan ideologi. Padahal Rasulullah saw. Telah bersabda:

Saya tinggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu Kitabullah dan sunnahku. (HR. Bukhari dan Muslim)

Padahal negaranya adalah negara Islam, umatnya adalah umat Islam, dan khazanah intelektual dan ilmu-ilmu fiqihnya berada ditangan mereka. Hanya karena negara tidak memahami makna hadits ini yang menuntut kembali kepada Islam, yaitu kembali pada pokok-pokoknya yang berada diatas dasar akidah dan sistem Islam, maka negara menjadi lemah dan hanyut dalam gelombang revolusi Eropa. Padahal tidak ada umat yang memiliki warisan pemikiran dan tsaqofah yang nilaiya tidak ada bandingnya selain umat Islam.

Bersambung...
Sumber Buku: Mafahim Islamiyyah, Al Azhar Freshzone Publishing, Cetakan I, Dzulhijjah 1435 H/ Oktober 2014 M.

0 Response to "FAKTA KEMUNDURAN UMAT ISLAM BAG. 1"

Post a Comment